Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspress Pos dan Logistik Indonesia memprediksi bisnis pengiriman kilat dan logistik pada 2017 bisa tumbuh hingga 25%. Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi mengatakan prediksi tersebut didasarkan oleh pesatnya per tumbuhan perdagangan elektronik atau e-commerce.
“Dari beberapa pelaku e-commerce, mereka mengatakan bisnis mereka baru 2% dari total bisnis retail yang ada di Indo nesia. Artinya potensi dan per tumbuhannya kan sangat luar biasa,” ujarnya dalam konferensi pers Perayaan HUT ke-31 Asperindo di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Dia menjelaskan peran industri pengiriman barang dalam bisnis e-commerce sangat penting karena didorong oleh percepatan digitalisasi Internet.
Nilai transaksi e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai US$130 miliar. Bila 13% dari total nilai tersebut digunakan untuk belanja kebutuhan pengiriman barang, Feriadi meyakini market size-nya sekitar US$6,5 miliar atau sekitar Rp219,7 triliun.
Berdasarkan riset yang dilakukan iDEA dan Taylor Nelson Sofres, nilai tersebut meningkat 5,7 kali lipat dari perdagangan 2016 lalu yang sebesar US$22,6 miliar.
Selain itu, pelanggan jasa pengiriman pun semakin meluas. Generasi milenial yang ke hidupannya sangat dekat dengan dunia digital merupakan pengguna e-commerce yang sangat aktif.
Syarifuddin, Direktur Eksekutif Asperindo, menambahkan ada dua faktor lain yang membuat industri pengiriman barang terus tumbuh.
Pertama, bisnis pengi riman barang akan selalu ada selama perdagangan ada. Alasannya, belum ada teknologi yang mampu memindahkan barang fi sik dari satu tempat ke tempat lain tanpa perantara.
Kedua, volume pengiriman barang di Indonesia selalu meningkat sebesar 14,7% setiap tahun. Bahkan pada tahun lalu nilainya mencapai Rp2.105 triliun.
“Itu hampir sama dengan APBN Indonesia,” katanya. Meskipun demikian, bisnis pengiriman Indonesia juga tidak lepas dari berbagai kendala, baik dari sisi regulasi mau pun infrastruktur. Feriadi mengatakan, berbagai kendala tersebut cukup membebani para pela ku bisnis.
Salah satunya adalah biaya pemeriksaan kargo dan pos melalui agen inspeksi atau regulated agent (RA). RA dinilai memperlambat proses penurunan biaya logistik. Dia menegaskan pihaknya tidak ingin melawan kebijakan pemerintah.
Namun, Asperindo ingin agar penerapan RA di evaluasi kembali dan tidak menghambat efisiensi biaya logistik. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 32/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok ini memang tidak menetapkan tarif batas atas, melainkan hanya tarif batas bawah.
baca juga:
- Kondisi Industri Galangan Kapal (Shipyard) Di Batam Terpuruk, 20 Perusahaan Akan Tutup Total
- Sebagai Produk Organik Gula Kelapa Indonesia Sangat Diminati Pelaku Usaha Kuliner Di Inggris
Selain itu, Asperindo memprotes kenaikan biaya RA setiap tahun sejak diluncurkan pertama kali pada 2010. Misalnya, awalnya hanya Rp350 per kilogram, mengalami kenaikan lagi Rp550 per kilogram tarif batas atas. Tantangan lain adalah Surat muatan udara (SMU) yang menjadi komponen biaya ter besar dalam penentuan tarif pengiriman ekspres.
Feriadi mengatakan, persentasenya mencapai 30% dari total biaya pengiriman. Tingginya biaya SMU membuat pengusaha jasa pengiriman barang kesulitan menekan harga khususnya pengiriman barang antarpulau. Apalagi, sebagian besar barang yang dikirim ke luar daerah menggunakan pesawat terbang.
-------------------------------