Sunday, May 14, 2017

Bak Buah Simalakama, Pemeriksaan Kargo Dan Pos Di Bandara Oleh Agen Inspeksi Atau Regulated Agent

Bak Buah Simalakama, Pemeriksaan Kargo Dan Pos Di Bandara Oleh Agen Inspeksi Atau Regulated Agent

Keinginan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk mencari solusi terbaik atas penolakan agen inspeksi, ibarat buah simalakama. Dimakan bapak mati, tak dimakan ibu mati.

Perdebatan atas keberadaan pemeriksaan kargo dan pos di bandara oleh agen inspeksi atau regulated agent (RA) sejatinya muncul bahkan sejak 2011. Pada tahun itu, Kementerian Perhubungan merilis Peraturan Dirjen Perhubungan Udara No.SKEP 255/IV/2011 tentang Pemeriksaan Kargo dan Pos yang Diangkut Pesawat Udara.

Regulasi tersebut membuka jalan bagi perusahaan swasta untuk menjadi agen inspeksi pemeriksa barang kiriman sebelum naik ke pesawat udara.

Saat itu, baru ada tiga perusahaan yang diberi izin yakni PT Ghita Avia Trans, PT Duta Angkasa Prima Kargo dan PT Fajar Anugrah Semesta.

Kini, tercatat ada 19 perusahaan yang berfungsi sebagai agen inspeksi dan tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Pemeriksa Kargo dan Pos Indonesia (Appkindo).

Sejak agen inspeksi diberlakukan, perusahaan pengiriman ekspres mulai melancarkan protes akibat terbebani biaya tinggi pemeriksaan kargo serta kian lambatnya proses pengiriman barang.

Perusahaan pengiriman yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) membeberkan lonjakan biaya logistik akibat munculnya agen inspeksi.

Wakil Ketua Umum DPP Asperindo Budi Paryanto mengatakan bahwa awalnya biaya agen inspeksi hanya Rp350 per kilogram, yang kemudian naik lagi menjadi Rp550 per kilogram.

Dia melanjutkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 32/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok tidak menetapkan tarif batas atas, melainkan hanya tarif batas bawah.

“Ini tidak sejalan dengan keinginan pemerintah yang katanya ingin menurunkan biaya logistik,” katanya belum lama ini.

Hal yang sama juga dikeluhkan Asosiasi Forwarder dan Logistik Indonesia (ALFI). Ketua Umum DPP ALFI Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan bahwa pemeriksaan kargo dan pos oleh pihak swasta selama ini tak berjalan efektif. Dia menyatakan masih sering ditemukan barang yang dilarang masuk pesawat.

Oleh karena itu, Yukki meminta harus ada penindakan dan kejelasan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi pelanggaran seperti lolosnya barang yang dilarang masuk ke pesawat. Agen inspeksi swasta juga dituding hanya mengejar keuntungan semata dan mengabaikan pelayanan.

Tudingan negatif terhadap agen inspeksi ditolak mentah-mentah oleh Appkindo.

Ketua Umum Appkindo Adrianto Soejarwo menuturkan perusahaan pengiriman barang sudah barang tentu mengeluh akibat keberadaan agen inspeksi. Alasannya, perusahaan pengiriman ekspres tak bisa lagi mengirim barang seenaknya sejak agen inspeksi beroperasi.

“Barang-barang terlarang yang dulu bisa lolos sekarang tidak bisa lagi. Prosedur kami lebih ketat,” tuturnya kepada Bisnis.

Menurutnya, anggota Appkindo berulang kali menemukan paket kiriman berisi narkoba sejenis ekstasi dan ganja. Adrian bahkan menyatakan anak buahnya beberapa kali sempat akan disogok oleh agen pengiriman barang.

Terkait dengan biaya yang dikeluhkan perusahaan jasa pengiriman, dia mengatakan pihaknya tidak akan serta merta menaikkan biaya tanpa dasar yang jelas. Biaya tersebut wajar mengingat alat pemeriksaan yang mereka pakai tergolong canggih.

Dia mencontohkan satu mesin X-Ray harganya sekitar US$450.000, sedangkan setiap agen inspeksi minimal harus punya dua unit mesin X-Ray sebagaimana instruksi Kementerian Perhubungan.

Selain itu, agen inspeksi juga harus menyewa lahan di bandara dengan kontrak 2 tahun dan membangun gudang sendiri.


MENCARI SOLUSI

Kementerian Perhubungan bukannya tinggal diam. Menhub Budi Karya Sumadi bahkan sampai harus melakukan inspeksi mendadak ke beberapa operator agen inspeksi di lingkungan Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pada tahun lalu. Namun, Menhub menjelaskan masalah agen inspeksi merupakan persoalan yang kompleks.

Di satu sisi, dia banyak menerima aduan dari pelaku usaha yang merasa dirugikan oleh agen inspeksi. Pada sisi lain, operator agen inspeksi swasta tidak bisa serta merta dibubarkan mengingat investasi yang sudah digelontorkan amat besar. Agen inspeksi juga punya landasan hukum yang kuat.

Sekadar informasi, untuk membuka usaha agen inspeksi modal minimal yang harus tersedia adalah Rp25 miliar sesuai Permenhub No. 23/2015.

Oleh karena itu, Budi Karya akan mengkaji untung dan rugi dari keberadaan agen inspeksi tersebut. Dengan kajian itu, dia berharap bisa dicarikan solusi terbaik untuk masalah yang melingkupi agen inspeksi.

“Kita lihat dulu banyak manfaat atau masalahnya. Kalau banyak manfaatnya kita pertimbangkan, tetapi kalau banyak masalahnya akan kita selesaikan dengan cara-cara tertentu,”katanya.

baca juga:



Hal senada diungkapkan oleh Yukki. Dia meminta pemerintah segera mencarikan jalan keluar yang terbaik bagi operator agen inspeksi. Menurutnya, hal tersebut tidak sulit asalkan semua pihak mendapatkan kepastian harga yang dapat dipertanggungjawabkan. Semoga!

-------------------------

international freight forwarding in soekarno hatta airport jakarta indonesia - quantum indonesia

Sunday, April 30, 2017

Asperindo Memprediksi Bisnis Jasa Kurir Bisa Tumbuh Hingga 25 Persen Pada 2017

Asperindo Memprediksi Bisnis Jasa Kurir Bisa Tumbuh Hingga 25% Pada 2017

Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspress Pos dan Logistik Indonesia memprediksi bisnis pengiriman kilat dan logistik pada 2017 bisa tumbuh hingga 25%. Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi mengatakan prediksi tersebut didasarkan oleh pesatnya per tumbuhan perdagangan elektronik atau e-commerce.

“Dari beberapa pelaku e-commerce, mereka mengatakan bisnis mereka baru 2% dari total bisnis retail yang ada di Indo nesia. Artinya potensi dan per tumbuhannya kan sangat luar biasa,” ujarnya dalam konferensi pers Perayaan HUT ke-31 Asperindo di Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Dia menjelaskan peran industri pengiriman barang dalam bisnis e-commerce sangat penting karena didorong oleh percepatan digitalisasi Internet.

Nilai transaksi e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai US$130 miliar. Bila 13% dari total nilai tersebut digunakan untuk belanja kebutuhan pengiriman barang, Feriadi meyakini market size-nya sekitar US$6,5 miliar atau sekitar Rp219,7 triliun.

Berdasarkan riset yang dilakukan iDEA dan Taylor Nelson Sofres, nilai tersebut meningkat 5,7 kali lipat dari perdagangan 2016 lalu yang sebesar US$22,6 miliar.

Selain itu, pelanggan jasa pengiriman pun semakin meluas. Generasi milenial yang ke hidupannya sangat dekat dengan dunia digital merupakan pengguna e-commerce yang sangat aktif.

Syarifuddin, Direktur Eksekutif Asperindo, menambahkan ada dua faktor lain yang membuat industri pengiriman barang terus tumbuh.


Pertama, bisnis pengi riman barang akan selalu ada selama perdagangan ada. Alasannya, belum ada teknologi yang mampu memindahkan barang fi sik dari satu tempat ke tempat lain tanpa perantara.

Kedua, volume pengiriman barang di Indonesia selalu meningkat sebesar 14,7% setiap tahun. Bahkan pada tahun lalu nilainya mencapai Rp2.105 triliun.

“Itu hampir sama dengan APBN Indonesia,” katanya. Meskipun demikian, bisnis pengiriman Indonesia juga tidak lepas dari berbagai kendala, baik dari sisi regulasi mau pun infrastruktur. Feriadi mengatakan, berbagai kendala tersebut cukup membebani para pela ku bisnis.

Salah satunya adalah biaya pemeriksaan kargo dan pos melalui agen inspeksi atau regulated agent (RA). RA dinilai memperlambat proses penurunan biaya logistik. Dia menegaskan pihaknya tidak ingin melawan kebijakan pemerintah.

Namun, Asperindo ingin agar penerapan RA di evaluasi kembali dan tidak menghambat efisiensi biaya logistik. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 32/2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok ini memang tidak menetapkan tarif batas atas, melainkan hanya tarif batas bawah.

baca juga:


Selain itu, Asperindo memprotes kenaikan biaya RA setiap tahun sejak diluncurkan pertama kali pada 2010. Misalnya, awalnya hanya Rp350 per kilogram, mengalami kenaikan lagi Rp550 per kilogram tarif batas atas. Tantangan lain adalah Surat muatan udara (SMU) yang menjadi komponen biaya ter besar dalam penentuan tarif pengiriman ekspres.

Feriadi mengatakan, persentasenya mencapai 30% dari total biaya pengiriman. Tingginya biaya SMU membuat pengusaha jasa pengiriman barang kesulitan menekan harga khususnya pengiriman barang antarpulau. Apalagi, sebagian besar barang yang dikirim ke luar daerah menggunakan pesawat terbang.

-------------------------------

perusahaan jasa pengiriman barang laut dan udara di indonesia - quantum indonesia